Wednesday, January 4, 2012

Fruits - Melon


Harmoni Kesegaran Buah #3 Melon
Author: Tsu
Disclaimer: Fruits by Kim Euy-jung © Elex Media 2010


Perasaan bahagia dalam keluarga adalah ketika istrimu mengandung anak kalian yang pertama. Itulah yang dialami Imjeong saat ini.

“Dajeong, ini ayah….” Bisik Imjeong sambil mengelus perut istrinya. “Kamu bisa dengar suara ayah?”

“Haha, geli ah…” sahut istrinya. “Kita ‘kan belum tahu dia laki-laki atau perempuan, kenapa memanggilnya Dajeong?”

“Dengar ya, Sayang…. Pokoknya aku mau anak perempuan yang cantiknya kayak kamu!” ujar Imjeong tegas.

“Suamiku…” istrinya terharu.

“Sayang…”

Dan mereka berpelukan.

“Suamku, tiba-tiba aku ingin makan melon.”

“Eng? Melon? Malam-malam begini?” tanya Imjeong sedikit keheranan.

Sang istri melepaskan pelukan dengan gusar.

“Tapi ‘kan sekarang hampir jam 10,” sahut Imjeong sambil menunjuk jam.

Istrinya memegang perutnya gelisah, “Apa?! Apa? Dajeong, kamu mau makan melon sekarang?”

Imjeong mengalah, ia meraih jaket dan berangkat. Tujuan pertamanya adalah supermarket.

Lelaki itu sudah duduk di belakang kemudi mobilnya. Namun, ia baru menyadari bahwa dompetnya tertinggal. Ia memeriksa saku jaket dan menemukan kartu ATM. Maka ia memutuskan untuk mengambil uang di ATM.

“Oho, di situ ada ATM!” Imjeong memarkirkan mobil dan masuk untuk menarik uang tunak.

“Ambil seratus ribu saja mungkin cukup,” gumam Imjeong. Kemudian memasukkan angka yang diperlukan dalam mesin tersebut. Tiba-tiba, rolling door tempat ATM tersebut ditutup oleh seseorang, mungkin karena ia tak menyadari ada orang di dalam.

“Tunggu!” Imjeong menjerit frustasi.

Beberapa saat kemudian, polisi datang membantu Imjeong keluar. Tampaklah lelaki itu berlutut tak menentu.

“Lain kali hati-hati ya, Pak!”

“Iya, maaf,” sahut Imjeong dengan tampang kusut.

“Silakan keluar!”

“Terimakasih.” Namun Imjeong terkejut setelah melihat mobil yang ia parkir tadi sudah lenyap tak berbekas. “Oh tidak! Mo-mobilku!!” Imjeong panik dan segera melapor pada polisi yang tadi masih ada disana, “Pa-pak! Apa anda lihat mobil disana?”

“Area itu adalah zona dilarang parkir,” jawab si petugas ketus.

“’kan cuma berhenti sebentar…” gumam Imjeong sambil menggaruk belakang kepalanya.

“Di daerah ini peraturan parkir sangat ketat, jadi polisi patroli sampai jam 12 malam.”

Imjeong melanjutkan perjalanan dan masih menggerutu. Ia memasuki minimarket untuk  membeli melon. Seorang kasir perempuan menyambutnya ramah. Namun Imjeong tidak menemukan buah yang dicarinya. Ia hanya mengambil sebotol air mineral dan membawanya ke kasir.

Ketika ia selesai membayar, masuklah seorang pemuda berambut gondrong, Imjeong berpapasan dengan pemuda tersebut. Ia menutup hidungnya karena tercium bau minuman keras.

“Rokok medium sebungkus!” pinta pemuda mabuk itu ke kasir.

‘Ugh, dia juga merokok. Padahal kayaknya masih SMA,’ pikir Imjeong.

“Maaf, boleh tunjukkan KTP-nya terlebih dahulu?” pinta si kasir.

“Ah, sial! Bikin aku kesal saja! Berikan saja rokoknya!” bentak pemuda itu. Kemudian ia menarik kaus pegawai tersebut. “Hei, kau meremehkanku, ya?! Emangnya berapa umurmu? Beraninya menyuruhku memperlihatkan KTP?!”

Kasir wanita itu tak membantah juga tak mampu melawan.

“Hah?! Kau sudah merasa dewasa, ya? Heh, brengsek! Walaupun aku masih muda, tapi menakutkan, ‘kan?!”

Imjeong terdiam di tempat. Ia tak tega melihat kasir wanita itu. Namun, untuk melawan pemuda mabuk itu pun ia tak mempunyai keberanian.

“Heh, apa lihat-lihat?!” bentak pemuda mabuk itu yang ternyata menyadari bahwa Imjeong memperhatikannya.

Imjeong gugup. Kehilangan kata-kata, “He-hentikan…” ucapnya sambil memalingkan wajah.

“Apa? Apa kau bilang?! Kau juga meremehkanku?!” pemuda itu mendorong Imjeong hingga jatuh terjerembab. Ia menindih Imjeong dan menampar wajahnya. “Kau bangga karena sudah dewasa?!”

Imjeong hanya bisa meringis kesakitan. Pemuda mabuk itu hendak mengayunkan kepalan tangannya ke wajah Imjeong. Mujur. Tiga orang teman pemuda itu  datang dan mencegahnya.

“Anda baik-baik saja?” tanya salah seorang dari teman si pemuda mabuk. Mengulurkan tangannya untuk membantu Imjeong berdiri. “Aku sungguh minta maaf. Anda pasti sangat kaget, ya?”

“Ya, sedikit.”

“Dia baru saja diputuskan oleh pacarnya. Jadi sekarang sedang patah hati.”

Pemuda mabuk yang sudah dipegangi oleh teman-temannya diminta untuk meminta maaf. Namun ia menolaknya. Akhirnya malah temannya yang meminta maaf pada Imjeong sebelum mereka pergi.

“Hari ini aku benar-benar sial!” gumam Imjeong sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing. “Tak ada pilihan lain, aku harus membeli melon di pasar pagi…”

Maka Imjeong pun menyetop taksi untuk menuju ke pasar pagi. “Ke pasar Gyeong Dong ya, Pak!” serunya pada supir taksi. Ia berencana untuk tidur selama perjalanan.

“Yeaaa….sarubia…sarubiaa…” supir taksi itu bernyanyi nyaring, mengikuti irama lagu yang disetelnya. Imjeong jengkel karena ia tak bisa memejamkan matanya. Padahal ia merasa sangat lelah.

“Aa…sarubia…sarubia…. Ini memang obat paling bagus supaya nggak ngantuk, ‘kan?!” ujar si supir taksi sambil tertawa lebar.

Tiga puluh menit berlalu, Imjeong tiba di  pasar. Ia hampir muntah karena selama perjalanan, supir tersebut tak berhenti bernyanyi.

“Huh, akhirnya…” ucap Imjeong lega sambil menatap buah melon yang segar-segar.

Sekitar jam empat pagi, Imjeong sampai di rmah dengan membawa empat buah melon yang besar. Ia geli membayangkan ekspresi senang istrinya.

KLEK. “Sayang, aku pulang…” seru Imjeong setelah memasuki rumahnya. “Aku bawa melon segar dan enak! Aku berjuang keras untuk mendapatkan melon ini, lho….”

Sesampainya di kamar, Imjeong tertegun mendapati istrinya telah tertidur lelap di atas karpet.

“Aku sudah susah payah membeli melon ini. Tapi kamu malah tidur?” gerutu Imjeong.

KRESEK!

Imjeong menginjak sesuatu. Ternyata kemasan bekas es krim melon. Bukan hanya satu, tapi ada empat bungkus kosong bekas es krim.

“Kamu jadi makan es krim melon, ya?!” Imjeong memandang wajah istrinya yang terlelap. Kemudian, Imjeong mencubit hidung istrinya. “Ugh…” istrinya mengeluh pelan. Imjeong terkekeh.

Setelah menyelimuti tubuh istrinya, Imjeong meraih tangannya, menggenggam jemarinya lembut dan memutuskan untuk tidur di samping istrinya. Mereka tidur dengan posisi badan menyamping saling berhadapan. Dengan empat buah melon utuh dan empat kantong bekas es krim melon di sampingnya.

-FIN-

Fruits - Cherry


Harmoni Kesegaran Buah #2 Ceri
Author: Tsu
Disclaimer: Fruits by Kim Euy-jung © Elex Media 2010


Matahari tersenyum malu-malu di ufuk barat. Mempersiapkan diri untuk menerangi belahan dunia lain. Burung-burung senja kembali ke sarangnya setelah mencari makanan.
               
                Terdengar keributan dari sebuah rumah di bilangan kota metropolitan, Seoul.

                “KYAAAA!!”

                “Ada apa ini?! Apa yang terjadi, Yeoju?” seru seorang lelaki, panik. Ia bernama Yeowon.

                “Kenapa ribut-ribut, sih?” seorang perempuan keluar dari kamarnya-mengerutkan alis penasaran, Yeohwan.

                Mereka berkumpul di ruang tengah, tempat keributan tersebut memanggil Yeowon dan Yeohwan. Seorang lelaki muda berlarian di rumah  hanya mengenakan sepotong handuk melilit yang menutupi bagian bawah tubuhnya.

                “Pakai baju donk! Dasar mesum!” bentak Yeoju, -gadis yang berteriak memicu kerumunan-sambil menutup mata.

                Lelaki (setengah) telanjang itu mendapatkan tendangan telak di pantatnya. “Anak kurang ajar! Kenapa nggak pake baju di depan Yeoju?” bentak Yeowon menendang si lelaki mesum.

                “Hihihi…” lelaki telanjang bernama Yeohong itu hanya cekikikan sambil meringis.

                Sementara Yeowon dan Yeohong masih ribut, Yeoju sibuk mengenakan sepatu di kakinya.

                “Kamu mau kemana, Yeoju?” tanya Yeohwan sambil menutup sebelah telinga untuk meredam keributan yang ditimbulkan Yeohong.

               “Mau nonton film sama teman, Eonni. Sekarang ‘kan malam minggu, Eonni gak pergi kencan?” Yeoju balik bertanya.

                “Nanti aku juga pergi. Selamat bersenang-senang, ya!”

                Ne. Aku berangkat!” pamit Yeoju seraya menutup pintu rumah. Sayup-sayup terdengar suara Yeohong yang minta dibawakan oleh-oleh.

                Di jalan, Yeoju masih memikirkan tentang tingkah Yeohong yang menurutnya semakin aneh. ‘Aku jadi malu sendiri kalau Kak Yeohong nggak pakai baju di dalam rumah. Namyeong pasti nggak kayak gitu…’ ia berkhayal tentang teman sekelasnya yang ia sukai. Gadis itu membayangkan Namyeong tanpa busana. “Kyaaa…! Kenapa jadi mikirin yang kayak gini?!” Yeoju mengibaskan tangannya seraya tersipu malu.

                Sim Yeoju adalah gadis berusia 15 tahun. Ia menempati sebuah rumah beserta tiga orang saudaranya. Kakak laki-laki pertama bernama Sim Yeowon (26), sesuai umurnya, ia terlihat sangat dewasa. Kemudian kakak perempuan bernama Sim Yeohwan (23), selalu menjadi teman curhat Yeoju. Dan kakak laki-laki kedua yaitu Sim Yeohong (21), tingkahnya sangat konyol.
.
.
.
                “Sam, aku mencintaimu…”

                Perlahan-lahan lelaki itu mendekatkan wajahnya pada perempuan di hadapannya. Si perempuan menyambutnya dengan memejamkan mata dan merekahkan bibirnya. Wajah mereka semakin dekat, dekat, hingga bibir mereka bersentuhan. Memberi kehangatan satu sama lain.

                Yeoju dan kedua orang temannya melongo menonton adegan tersebut. Setelah film selesai diputar, mereka keluar dari gedung bioskop dan masih saja membicarakan film tersebut.

                “Film ini bikin jantungku berdebar-debar,” desah Yeoju.

                “Betul! Apalagi ciumannya…” timpal seorang temannya yang mempunyai rambut pendek.

                “Uh, gemes!” seru si Jangkung.

                “Aku mau lihat lagi bagian ciumannya!” Yeoju mengepalkan tangan dengan wajah tersipu.

                “Huhu, sini aku ajari caranya…” tawar si Jangkung sambil mendekat ke arah Yeoju.

                “Nggak mau! Ciuman pertama harus sama orang yang disukai, ‘kan?!” protes Yeoju.

                “Sini, aku cium kamu…” si Jangkung tak menghiraukan omelan Yeoju, ia mendekat dengan usil.

                “Kyaaa…pergi sana!”

                “Hahaha…”

                Langit memang sudah berubah gelap ketika mereka keluar dari gedung bioskop. Yeoju dan kedua temannya berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing.

                Ketika sampai di depan rumah, Yeoju melihat Yeohwan yang baru saja pulang diantar pacarnya. Yeoju berniat mengagetkan kakaknya, namun, ia terpaku ketika melihat Yeohwan berciuman dengan pacarnya sebagai salam perpisahan. Yeoju kaget dan segera bersembunyi di balik tembok sambil rumahnya. Jantungnya berdegup kencang. Adegan ciuman yang ia lihat di film tadi masih membekas dan membuatnya gelagapan, apalagi ia melihatnya secara langsung kini.

                Setelah pacar Yeohwan pergi, kakaknya bergegas masuk rumah. Ia tak menyadari kehadiran Yeoju. Kemudian Yeoju yang masih tercengang keluar dari persembunyiannya dan menyusul masuk.

                Ketika makan malam bersama Yeohwan dan Yeowon, Yeoju bengong menatap Yeohwan. Kejadian tadi masih terbayang di matanya.

                “Hei, bungsu! Kenapa dari tadi melihatku kayak gitu? Apa ada noda di wajahku? Kalau sedang makan gak usah diperhatikan,” tukas Yeohwan yang merasa risih.

                “Ng-nggak, kok,” sahut Yeoju gugup. “Aku nggak ngapa-ngapain!” tambahnya seraya memalingkan wajah.

                “Hah? Apa?” tanya Yeohwan heran.

                “Huh, kak Yeowon aneh!” seru Yeoju dengan wajah memerah.

                Yeowon yang dijadikan kambing hitam hanya melongo tak mengerti.

                Usai makan, Yeoju belajar di kamarnya, menyalin dan mempelajari kata kerja dalam Bahasa Inggris.

                BRAAAAK! “Yeoju!” pintu kamar dibuka tiba-tiba oleh Yeohong. Yeoju yang tengah konsentrasi belajar tersentak kaget. “Kalau masuk ketuk dulu dong, Oppa!”

                “Eh, lupa lagi. Maaf ya..” sahut Yeohong merasa bersalah. “Ini, makan buahnya!” ia menyodorkan sepiring buah yang dibawanya.

                Sementara itu, Yeoju bengong memperhatikan bibir Yeohong.

                “Eh, ada  apa?” tanya Yeohong kebingungan.

                “Ah, nggak, nggak apa-apa!” timpal Yeoju tergagap.

                Malam itu Yeoju terus-terusan memikirkan adegan ciuman yang ia lihat. Baik adegan ciuman di film, pun adegan langsung yang ia lihat tadi. Terus terbayang di pikirannya seperti video yang di-replay terus menerus.
.
.
.
                Pagi itu, Yeoju baru tiba di kelasnya. Ia menyimpan tas dan segera duduk di kursinya.

                “Yeoju baru datang?” sapa Namyeong yang duduk bersebelahan dengan Yeoju.

                “Iya. Hai…” jawab Yeoju sambil memalingkan muka. Menyembunyikan pipinya yang tiba-tiba memerah. Ia menyukai Namyeong. Namun untuk menatap wajahnya pun tak berani. ‘Kalau aku ciuman sama Namyeong, apa rasanya ya?’ batin Yeoju. Pikirannya pun melayang membayangkan adegan sedang berduaan dengan Namyeong.

                “Oh iya, Yeoju!” panggil Namyeong tiba-tiba. Mengagetkan Yeoju dan membuyarkan lamunannya sekaligus.

                “Iya?”

                “Kenapa kaget? Aku mau pinjam PR Matematika.”
.
.
.
                Waktu istirahat makan siang, Yeoju duduk bersama dua orang temannya. “Huaah, gawat!” gerutu Yeoju seraya membaringkan kepalanya di meja.

                “Kenapa?” tanya si Jangkung sambil nyengir.

                “Aku melihat kakakku dan pacarnya ciuman, dan aku terus memikirkan itu.”

                “Waah, kamu dapat tontonan bagus, dong. Hahaha…” si Jangkung menjawil pipi Yeoju.

                “Aw!” seru Yeoju kesakitan.

                “Oh, ciuman…. Apa rasanya, ya? Khususnya saat ciuman pertama,” sahut si Rambut Pendek sambil menerawang.

                “Apa pikiran kita jadi putih bersih?” tebak Yeoju.

                “Bukan. Katanya ada suara tembakan di dalam kepala kita,” jawab si Rambut Pendek.

                “Duh…kamu terlalu banyak baca komik.”

                “Huh! Dasar bocah!” tukas si Jangkung. “Nggak ada rasa apapun waktu ciuman pertama.”

               “APA?! JADI KAMU SUDAH PERNAH CIUMAN?!” Yeoju dan si Rambut Pendek terkejut. Mereka mendekat antusias.

                “Err…kata…kakakku…”
.
.
.
                Yeoju mencari pengering rambut di kamarnya. Namun ia tak menemukan benda itu. Ia menyelinap masuk ke kamar kakaknya, Yeohwan, dan menemukan benda tersebut disana. Yeoju juga tertarik dengan sebuah benda kecil, lipstick. Tanpa dosa, ia memasukkan benda kecil tersebut ke saku bajunya.

                Setelah kembali ke kamarnya, Yeoju mencoba mengoleskan lipstick warna ceri tersebut di hadapan cermin tangannya. “Wah, jadi benar-benar cantik!” Ia terus menatap pantulan wajahnya di cermin. Jantungnya berdetak kencang. Ia kembali mengingat adegan ciuman yang belakangan selalu memenuhi kepalanya. Yeoju memejamkan mata dan mendekatkan bibirnya ke cermin.

                BRAAAK! “Hei, lagi ngapain?” Yeohong membuka pintu kamar tiba-tiba, mendapati Yeoju dalam posisi mencium cermin. “Kamu…”

                “SUDAH KUBILANG KALAU MASUK KETUK DULU!” teriak Yeoju, kesal sekaligus malu.

                Yeohong keluar kamar sambil cekikikan. Ia menghampiri Yeowon yang sedang membaca koran di sofa. “Huu, suamiku, sekarang Yeoju sudah mulai besar,” sahut Yeohong dengan gaya genit istri muda.

                “Apa-apaan, sih?! Yeoju kenapa?” tanya Yeowon kesal karena merasa ketenangannya diganggu.

                “Huhu, barusan dia mau ciuman.”

                Yeowon membanting koran, “APA?! SIAPA YANG BERANI COBA-COBA?”

                Yeohong menyeret Yeowon ke kamar Yeoju. “Hei, Yeoju, tentang hal itu, kamu bisa konsultasi sama kakakmu ini,” tawar Yeohong dengan wajah mesum.

                “Nggak boleh ciuman!” bentak Yeowon sambil melotot.

                “PERGI SANA!” seru Yeoju sambil melempar bantal tepat ke wajah Yeohong.

                Malam itu Yeoju marah pada Yeohong. Meskipun Yeohong terus menggoda dan meminta maaf padanya, gadis itu mengacuhkannya.
.
.
.
                Tengah malam, Yeoju terbangun dari tidurnya karena kehausan. Ia berjalan menuju dapur. Di koridor, Yeoju bertemu dengan Yeohong yang baru pulang.

                Dengan langkah sempoyongan, Yeohong mendekat ke arah Yeoju, “Yeojuuu…”

                “Ah, oppa minum-minum lagi, ya?” tanya Yeoju karena mencium bau alcohol dari tubuh kakaknya.

               “Yeoju-ku yang lucu…” Yeohong mendekat dan meraih wajah Yeoju, kemudian….mencium gadis itu. MENCIUMNYA. “Haha, Yeoju ada tiga!” seru Yeohong setelah mencuri ciuman dari adiknya. Ia menari-nari tak jelas.

                Yeoju diam terpaku dan menyentuh bibirnya yang sudah tak  perawan lagi, “Ci-ciuman pertamaku…. KUBUNUH KAU!!” jerit Yeoju.

                “Eh, aku juga mencintaimu,” timpal Yeohong sambil menari-nari.

                Yeowon dan Yeohwan keluar dari kamar mereka karena mendengar teriakan Yeoju.

                “Hei, ada apa lagi?” tanya Yeowon dengan mata terpejam.

                “Apa nggak ada hari tenang di rumah ini?” gerutu Yeohwan.

                Yeohong masih asyik menari-nari, sementara Yeoju terdiam di tempat.

               

                “Aku nggak terima. Dasar pemabuk kurang ajar!” Yeoju menghambur ke pelukan Yeohwan dan menangis.

“Kamu minum lagi?” tanya Yeowon.

                “Aku juga mencintaimu, Hyung!” Yeohong hendak memeluk Yeowon, namun  disambut tendangan oleh pria itu.

                Esok paginya, Yeohong yang tak tahu apa-apa bertingkah seperti biasa. “Pagi, Yeoju…”

                “Aku nggak akan pernah memaafkan Oppa!” tukas Yeoju kesal. Ia membanting pintu dan berangkat sekolah.

                “Memangnya apa yang kulakukan kemarin?!” jerit Yeohong frustasi.

                “Kalau aku jadi dia, aku juga nggak sudi. Ciuman pertamaku dari orang yang mulutnya bau alcohol,” timpal Yeohwan yang sedang bersantai, membaca koran dan menikmati teh manis.

                “Hah? Aku melakukan itu pada Yeoju?”

                “Iya, bodoh! Kamu gak tahu betapa berharganya ciuman pertama bagi wanita. Kamu harus ingat itu sampai mati!”
.
.
.
                Malamnya, Yeoju masih beraksi diam terhadap Yeohong. Dan Yeohong meminta bantuan pada Yeohwan untuk mendamaikannya dengan Yeoju.

                Yeohwan masuk ke kamar Yeoju dengan membawa sepiring sandwich dan segelas jus. “Lagi belajar? Ayo makan ini!” Yeohwan meletakkan gelas jus tersebut di atas meja, tanpa sengaja ia menyenggol lipstick warna ceri hingga jatuh.

                “Wah, sandwich!” seru Yeoju senang.

              Yeohwan mengenali lipstick itu: miliknya. Kemudian ia tersenyum simpul. “Kamu marah gara-gara Kak Yeohong, ya?”

                Yeoju menjawabnya dengan mimik muka jengkel.

                “Tenang saja. Eonni yang akan memberikan pelajaran pada anak itu.”

                “Setuju! Bagaimanapun juga, Yeohong oppa adalah musuhku!”

                “Dia hanya becanda denganmu. Soalnya kamu itu lucu. Hm, ciuman pertama dilakukan dengan orang yang disukai dan dengan perasaan berdebar-debar, ‘kan?!”

                “Iya.”

                “Duh, lucunya…” Yeohwan mengacak lembut rambut adiknya.
.
.
.
                KRIIING! Alarm di ponselnya memaksa Yeoju untuk bangun pagi itu.

                Meski masih mengantuk, Yeoju bangkit dari ranjangnya. Ia tertegun melihat sesuatu di atas meja belajar. Sepucuk surat dan sebuah kado kecil.

                Yeoju adikku sayang….
                Kakak benar-benar minta maaf. Kakak punya sesuatu untukmu. Ini akan sangat bermanfaat untuk adikku yang lucu. Selamat dandan, dan kalau mau pergi jalan-jalan, dipakai, ya!”

                Dari kak Yeohong.

                Dengan tergesa-gesa, Yeoju membuka kado kecil tersebut. “Ah, lipstick aroma ceri…” ia segera mencobanya.

                Hari ini, ia berangkat sekolah mengenakan lipstick barunya.

                “Yeoju, semalam tidur nyen-” sapaan Yeohong tak didengar Yeoju. Lebih tepatnya, Yeoju pura-pura tak mendengar.

                “Aku maafkan oppa, kali ini saja,  hehe…” tepat di depan pintu keluar, Yeoju tersenyum memamerkan lipstick barunya yang berkilau.

.
.
.
                Di koridor sekolah setelah kelas bubar, Yeoju melihat Namyeong. Ia mengecek penampilannya di cermin kecil, dan dengan penuh percaya diri, ia menyapa Namyeong.

-FIN-