Wednesday, December 21, 2011

Fruits - Orange

Sudah baca manhwa FRUITS?
Atau malah tidak tahu?
FRUITS dikarang oleh Kim Euy-jung. Disajikan dalam 3 buku. Bercerita tentang pahit manisnya kehidupan dengan menggunakan simbol buah.
Saya sangat menyukai cerita-cerita yang disajikan Kim Euy-jung dalam manhwa FRUITS. Jadi, saya kembali menuangkan cerita Euy-jung-ssi ke dalam bentuk fic. Kemampuan menulis saya masih jauh dari sempurna, jadi mohon maaf jika tidak enak dibaca =)


---

Harmoni Kesegaran Buah #1 Jeruk

Author: Tsu

Disclaimer: Fruits by Kim Euy-jung © Elex Media 2010

---
Namaku Jeong Yuna, umur dua puluh tujuh. Setiap pagi selalu sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk ke kantor. Memakai anting yang elegan, menata rambut dengan rapi, menggunakan heels yang akan berbunyi TAK TAK merdu jika berjalan.
Kantor tempatku bekerja adalah gedung bertingkat yang sangat megah. Aku orang terpandang di kantor. Selalu sukses menjalin kerjasama dengan klien yang mayoritas orang luar negeri. Bos bangga padaku dan selalu memujiku.
Setelah pulang lembur, di depan gedung kantor, pacarku selalu datang menjemput dengan mobilnya.
Sungguh, hidupku sangat sempurna.

BRUK!
“Auw!” Jeong Yuna terjatuh dari kursi, membuyarkan lamunannya tentang hidup sempurna yang ia impikan sejak SMP. Ya, kenyataan yang terjadi tidaklah sesuai dengan apa yang ia harapkan. Perusahaan tempatnya bekerja telah bangkrut, tagihan pembayaran kartu kredit menggunung, keriput di sekitar mata pun bertambah saking tingginya tingkat stress yang ia alami.

“Kriiiing!” ponsel Yuna berbunyi. Gadis itu menjawab panggilan seraya duduk di kursi dan menaikkan kedua kakinya ke atas meja bak direktur. “Halo… Ya Ibu. Aku baik-baik saja…blablabla…”

Penderitaan Jeong Yuna semakin lengkap karena ia juga tak mempunyai pacar. Daftar panggilan masuk di ponselnya hanya dari kedua orang tuanya saja. Jika bukan ibu, tentu ayah. Ia tertawa miris mengingat natal tahun lalu ia rayakan bertiga dengan ayah dan ibunya.

Setelah ia jadi pengangguran, hal yang ia kerjakan setiap hari hanya browsing internet, mencari artikel menarik. Seperti yang ia lakukan saat ini: menghadap layar komputer membaca artikel. Ia tertarik dengan sebuah artikel yang berjudul “Perlahan-lahan Sel Cinta dalam Otak Akan Mati.” Yuna yang sudah lama melajang tentu khawatir sel cintanya akan mati. “Kyaaa! Nggak mungkin sel cintaku…” ia terpuruk di lantai kamar. Hidupnya memang menyedihkan.

“Kruyuuuuuk!” panggilan dari dalam perut kosongnya memaksa Yuna untuk bangkit. “Di kulkas masih ada jeruk tidak, ya?” Yuna beranjak keluar kamar sambil menghapus sisa-sisa air matanya. “Aku mau makan yang manis-manis,” tekadnya.

Yuna membuka kulkas dan mengeluarkan sekantung jeruk. Sudah jadi kebiasaannya sejak dulu, ketika merasa sediah, ia akan membuat marmalade jeruk.

Resep Marmelade Jeruk ala Yuna
1.       Pertama-tama, pisahkan kulit jeruk dan dagingnya.
2.       Iris kulit jeruk tersebut tipis-tipis.
3.       Masukkan ke panci, tambahkan gula, rebus kira-kira selama 30 menit sampai airnya menyerap. Angkat.
Yuna’s note: Bila aroma jeruk sudah tercium, perlahan-lahan kesedihan di dalam hati juga akan hilang. Marmalade jeruk memang bisa menghilangkan kesedihan dan membangkitkan semangat kembali.

Jadilah malam itu Yuna memakan marmalade jeruk sebagai pelengkap roti tawar disertai susu.

---

Esok harinya, dengan semangat baru Yuna berusaha mencari kerja. Ia tidak mungkin terus terpuruk dalam kesedihannya dan berdiam diri di rumah menikmati marmalade jeruk.
v  CafĂ©
“Maaf, kami hanya menerima pekerja di bawah dua puluh lima tahun,” ujar sang maid sambil tersenyum.
“Huh!” Yuna mendelik sebal.
v  Toko Aksesoris
“Sepertinya Anda tidak serasi dengan image aksesoris kami,” tukas sang penjaga toko dengan gaya angkuh.
“Grrrr!” Yuna menggeram kesal.
v  Restoran
Yuna kembali ditolak. Ketika ia hendak pergi, datanglah seseorang yang lebih “cling” darinya, melamar pekerjaan. Sang manajer menyambutnya dengan pandangan dan sikap “cling”. Tentu saja Yuna kesal, “Cih! Brengsek! Mau menipu pakai pura-pura menawarkan kerja part time!”

Yuna melangkah terhuyung-huyung menyusuri jajaran pertokoan. Hari sudah hampir gelap. Yuna terus menggerutu, ia kesal, kecewa, dan sangat kelelahan.

Ketika melewati sebuah toko, perhatian Yuna tertuju pada pamflet yang dipasang di pintu kaca toko tersebut.

TOKO BUKU
Membutuhkan secepatnya pekerja wanita part time.
Gadis itu tertegun, “Ah! Toko buku! Mungkin aku bisa diterima disini.”

KLING.

Yuna memasuki toko dengan wajah berbunga-bunga. Ia berharap untuk kali ini bisa diterima bekerja. “Permisi, aku mau kerja part time disini,” sahut Yuna sambil menorehkan senyum manis di wajah lelahnya.

“Hm…” ia disambut oleh lelaki berambut bob, beralis tebal, dan memiliki tahi lalat besar di sudut mata. Lelaki itu adalah manajer toko. Ia mengamati Yuna dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Yuna merasa risih diperhatikan seperti itu. Namun ia hanya diam, karena inilah kesempatan baginya.

“Hm, kamu memang sedikit tua, tapi tidak masalah. Aku suka,” tutur si manajer dengan tampang genit. “Kamu sudah bisa mulai kerja besok,” imbuhnya kemudian.

Yuna ternganga, usahanya berhasil. “Baik. Terima kasih,” gadis itu membungkukkan badan hormat.

Yuna pulang dengan perasaan lelah. Langit sudah semakin gelap. Gadis itu tak berhenti menggerutu sepanjang jalan mengingat manajer toko buku tersebut nampak menyebalkan. Namun Yuna bersyukur usahanya hari ini membuahkan hasil.

Setelah tiba di rumah dan berganti pakaian, Yuna merebahkan tubuhnya di sofa. Mengistirahatkan badan, terutama kakinya yang sakit akibat seharian berjalan.

“Kring, kriiing!” Yuna tersentak karena telepon rumahnya  berbunyi. “Aduh, siapa sih? Aku ‘kan mau santai!”

Meskipun enggan, ia akhirnya menjawab telepon itu, “Hal-“

“OH?! TERNYATA KAMU DI RUMAH! AKU KESANA SEKARANG, YA!”

Yuna sampai terlonjak kaget, “Halo? Halo? Lee Sujin?”

“Tut tut tut.”

Yuna gelisah. Tadi sudah pasti Lee Sujin, sahabatnya yang selalu berisik dan tukang pamer. Jika tidak  memamerkan barang mewah, ia pasti akan menceritakan pacarnya. Sempat terbersit dalam pikiran Yuna untuk menghindar. Kabur. Namun, Sujin sudah muncul di pintu rumah Yuna.

“Eh, Yuna…. Dengarkan ceritaku, ya! Kali ini pacarku adalah pria yang baik,” cerita Sujin dengan wajah merona.

“Lagi-lagi…” Yuna mendumel bosan. “Sejak kapan pacarmu bukan pria yang baik?! Selalu begitu, ‘kan?” komentarnya acuh.

“TAPI KALI INI BEDA!” semprot Sujin.

“Siapa dia?” tanya Yuna sambil lalu, ia bergegas ke dapur.

“Umurnya lebih tua empat tahun dari kita,” jawab Sujin, mengekor di belakang Yuna. “Dia punya mobil dan satu toko. Pakaiannya pun mewah.”

“Hhh, ternyata dia cuma seorang pria kaya.”

“Iya, dong. Untuk orang seumuran kita harus mempertimbangkan kemampuan ekonomi juga.”

“Aku setuju,” sahut Yuna sambil menyiapkan kopi. “Seperti apa wajahnya?”

“Pertanyaan yang bagus! Hehe….” Sujin langsung bersemangat. “Dia seperti orang indo, alisnya tebal dan bibirnya seksi. Selain itu, dia mirip Odagiri Jyo.”

“Dia tinggi?”

“Memang agak pendek, tapi posturnya pas, jadi aku nggak peduli.”

Yuna selesai menyiapkan kopi. Ia menyajikan kopi tersebut dengan beberapa butir jeruk.

“Heh, ternyata kekasihmu itu banyak uang dan tampan, ya!” komentar Yuna, masih acuh.

“Selain itu, sifatnya juga baik. Dia begitu sempurna...dan penuh perhatian,” Sujin masih menggebu-gebu. “Dari awal, aku sudah menyayanginya.”

“Huh, Sujin, kamu…”

“Ya?”

“Waktu dulu juga kamu bilang begitu, ‘kan? Hmpfh…” Yuna cekikikan.

“TAPI SEKARANG BERBEDA!” bentak Sujin kesal. “Oh iya, kamu masih belum punya pacar juga?” kali ini Sujin menyerang telak.

Yuna bangkit dari duduknya dengan mata membara, “KAMU MAU BIKIN AKU KESAL, YA?!” ia menimpuki Sujin dengan buah jeruk.

“Kyaaa, hentikan bodoh!”

Mereka terus berbincang hingga waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam.

“Baiklah, aku harus pulang. Pacarku nanti marah kalau aku pulang di atas jam 12 malam.”

“Huh, pamer sampai akhir…”

“Sampai ketemu lagi!” pamit Sujin.

Sepulangnya Sujin, Yuna semakin frustasi. Ia beranjak ke dapur dan membuat marmalade jeruk sepanci penuh.
---

“Ini barangnya…” Yuna melayani pembeli yang merupakan sepasang muda-mudi. Mereka nampak mesra.

Setelah pasangan itu pergi, Yuna melamun, “Huh, kapan aku bisa seperti mereka?”

Ia sempat berpikir akan mendapatkan jodoh di tempat kerja. Namun, di toko buku ini hanya ada dua orang lelaki. Satu, manajer slengean yang suka bertingkah tak jelas. Dan Yuna amat membencinya.  Dua, anak part time yang terlalu muda untuk dijadikan pacar oleh Yuna. Ia tak mau dikatakan punya brondong.

“Hei, Yuna-ssi, kenapa menghela nafas begitu?” sapa manajer yang melewati meja kasir sambil membawa setumpuk buku. “Kalau ada masalah, kamu bisa konsultasikan denganku kapan saja.”

Yuna jijik melihat tingkah manajer. “Aku baik-baik saja!” sahutnya tegas.

“Hehe, jangan malu begitu,” goda manajer.

“Ayo, kerja yang benar!” akhirnya Yuna yang membereskan setumpuk buku yang dibawa manajer. ‘Lagipula otakmu lebih memalukan,’ batin Yuna.

Si manajer terus membuntuti, “Bagaimana kalau akhir minggu ini kita berbincang tentang kehidupan?”

“Tidak perlu!”

“Permisi. Aku mau bayar,” panggil seseorang dari arah meja kasir.

Yuna segera kembali untuk melayaninya. “Maaf Anda menunggu terlalu la-“ ucapannya terputus demi melihat seorang pria di hadapannya.

“Kenapa?” tanya pria itu heran.

Jantung Yuna berdetak cepat, ‘Dia benar-benar tipeku! Berpakaian rapi, tampan, dan terlihat sukses,’ batin Yuna dengan perasaan senang. ‘Terima kasih, Tuhan… Akhirnya ada kesempatan untukku. Aku harus berani!’

Ketika pria itu menyodorkan kartu kredit untuk pembayaran, tampaklah benda kecil bersinar di jari manisnya. Yuna ternganga, ‘Itu cincin! Pasti bukan cincin istimewa, hanya cincin biasa,’ Yuna sibuk dengan pikirannya.

“Kriiiing!” telepon pria itu berbunyi. “Halo? Iya, ini Yumi, ya? Coba bilang ‘ayah’…’ayah’…hehehehe…”


GUBRAK! Ternyata bapak-bapak….

“Terima kasih!” ucap pria itu setelah selesai transaksi dan keluar toko.

‘Selamat jalan, cintaku selama 2 menit 40 detik. Hiks, hiks… Memang, pria tampan pasti sudah mempunyai pasangan,’ Yuna kembali patah hati.

Malam harinya, Yuna membuat sepanci marmalade jeruk dan menikmatinya dengan tiga kaleng bir.
---

Esok pagi, Yuna kembali bekerja dengan semangat baru.

“Annyeong…” sapa Yuna pada anak part time yang sedang membersihkan lantai.

“Annyeong, Nuna…”

“Hm, sejak pagi sudah melihat wajah anak yang bersina-sinar ini, kayaknya hari ini akan berjalan lancar…”

TUK! Ada sebuah telunjuk yang menyentuh pipi Yuna, “Annyeong.”

“Kyaaa!” Yuna terlonjak kaget.

“Kenapa kau terkejut begitu?” tanya si pemilik telunjuk yang tak lain tak bukan adalah si manajer.

“Apaan sih?!” rutuk Yuna masih kaget.

“Nggak ada apa-apa. Cuma mau ngetes, soalnya lenganku terasa lebih ringan,” tukas si manajer sambil menunjukkan lengan kanannya.

“Kenapa? Tangan Anda terluka?” Yuna tak  mengerti.

“Bukan begitu. Ini agak berat,” sahut manajer yang ternyata sedang memamerkan jam tangannya yang baru.

“I-ini jam Rolex?!” jerit Yuna tercengang.

Manajer berlalu dengan wajah bersinar.

“Apa, sih?! Jadi, tadi dia mau pamer?!” protes Yuna merasa ditipu.

Ketika sedang menyapu lantai toko, diam-diam Yuna memperhatikan manajer. ‘Ternyata orang menyebalkan ini suka berpakaian mewah, ya. Dari baju sampai celana bermerk. Ckckck…’ batin Yuna sambil meneliti.

“Yuna-ssi, sudah baca buku ini?” tanya manajer tiba-tiba, membuat Yuna terkejut.

“Belum.”

“O-ow…. Dalam era sastra modern, kita seharusnya sudah baca novelnya Socra R-blablabla… Karyanya sangat terkenal, ‘kan?! Jadi, mana boleh kalau belum baca!” manajer menjelaskan dengan bangga. “Kamu juga harus baca!”

“Aku cuma suka komik,” tolak Yuna tegas.

“Aha! Kalau begitu, novel ‘Pelukis Besar Duna’ karya Kim Wang….”

“Ah, tidak, aku cuma suka baca komik.”

Manajer itu seharian terus mengikuti Yuna. Kemanapun Yuna pergi, apapun yang Yuna lakukan. Gadis itu sempat berpikiran bahwa manajer menyukainya.

Setelah toko tutup, manajer meminta Yuna menemuinya. Setengah memaksa. Dan ternyata, ya….

“Aku menyukaimu. Kamu mau jadi pacarku?”

DOENG!
---

Yuna berjalan pulang sambil menendang-nendang kaleng bekas minuman. Ia terus menggerutu sepanjang jalan.

“Aakh… kenapa lelaki seperti itu yang menyukaiku?!”

“Hm, beginilah nasibku…. Aku tidak tahu apa aka nada lelaki yang baik untukku…”

“Apa ada pria yang ditakdirkan untukku?”

“Sujin sangat beruntung. Dia sudah diajak bertunangan oleh lelaki yang baik.”

“Haaah…. Malam ini aku mau marmalade jeruk dan soju….”
---

TING TONG.

Bel rumah berbunyi ketika Yuna sedang mengaduk marmalade jeruk di panci.

TING TONG. TING TONG.

“Ng? Siapa ya tengah malam begini?”

Yuna bergegas membuka pintu, dan…

“Lho, Sujin?”

Sujin yang dating dengan muka kusut langsung memeluk Yuna dan menangis. Tubuh Yuna terdorong hingga mereka kini terduduk di lantai.

“Ada apa?” tanya Yuna prihatin. Ia sudah menduga-duga dalam hatinya, mungkin Sujin putus lagi.

“Entahlah. Tapi pacarku selingkuh. Dia menyukai wanita lain. Huaaa…”

“APA?! SELINGKUH?!”

“Iya… hiks…. Ternyata di selingkuh. Aku harus bagaimana?” Sujin menangis tersedu-sedu.

“Grrr…. Benar-benar lelaki kurang ajar! Memangnya dia selingkuh sama cewek mana?” Yuna geram dan kesal.

“Wanita itu sedang kerja part time di tokonya.”

“Eh? Toko?” Yuna seperti tersadar akan sesuatu.

“Kenapa? Aku belum pernah cerita, ya? Di depan Toserba Miju ada sebuah toko buku,’kan? Disana dia menjadi manajer.

Yuna tertegun,’Tunggu, kalau maksudnya toko buku besa di depan Toserba Miju….PASTI TOKO BUKU TEMPATKU BEKERJA!!’ jerit hati Yuna.

Sujin masih terisak di hadapannya.

Kalo gitu, pacar Sujin yang manajer itu…
KYAAAA!!
Lee Sujin! Apa kamu bisa dibeli pakai uang?
Apanya yang mirip Odagiri Jyo? Dia punya bintil di dekat matanya, jadi mana bisa dibilang mirip Odagiri Jyo?! Lalu kamu bilang dia indo? Dia lebih mirip alien.
Dia nggak punya sorot mata tajam, namun sorotan mata yang menjijikan! Lelaki kurang ajar itu bukannya pintar, tapi dia sok pintar!

Semua bentakan itu hanya bisa Yuna simpan dalam hati. Ia mengerti, sahabatnya kecewa. Jangan sampai Yuna menambah sakit hatinya dengan mengungkapkan bahwa dialah wanita yang diselingkuhi pacar Sujin.

PUK! Yuna menepuk bahu Sujin dan merengkuh tubuh gadis itu dalam pelukannya, “Sudah, jangan nangis lagi! Nanti juga kamu melupakan lelaki tukang selingkuh itu.”

Tangis Sujin mereda, menyisakan mata yang sembab.

“Oh iya…” Yuna teringat sesuatu. “Sebentar, ya…” ia pamit ke dapur untuk memeriksa marmalade jeruk yang tadi ia tinggalkan.

“Hm, sudah menyerap…” segera diangkatnya dan disajikan ke atas piring.

Kenapa Sujin bisa jadian dengan orang kayak manajer? Aku sih nggak sudi jadian sama dia walau harus ketabrak truk. Hm, tapi, kenapa aku merasa lega sekarang? Walaupun aku merasa bersalah pada Sujin, tapi rasa sedihku sudah hilang.

Ia menyajikan sepiring marmalade jeruk tersebut di atas meja, dengan dua kaleng minuman. “Sujin, aku buat marmalade jeruk. Makan bareng, yuk! Marmalade jeruk ini sangat manjur untuk mengobati patah hati…”

-FIN-