Wednesday, December 21, 2011

Fruits - Orange

Sudah baca manhwa FRUITS?
Atau malah tidak tahu?
FRUITS dikarang oleh Kim Euy-jung. Disajikan dalam 3 buku. Bercerita tentang pahit manisnya kehidupan dengan menggunakan simbol buah.
Saya sangat menyukai cerita-cerita yang disajikan Kim Euy-jung dalam manhwa FRUITS. Jadi, saya kembali menuangkan cerita Euy-jung-ssi ke dalam bentuk fic. Kemampuan menulis saya masih jauh dari sempurna, jadi mohon maaf jika tidak enak dibaca =)


---

Harmoni Kesegaran Buah #1 Jeruk

Author: Tsu

Disclaimer: Fruits by Kim Euy-jung © Elex Media 2010

---
Namaku Jeong Yuna, umur dua puluh tujuh. Setiap pagi selalu sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk ke kantor. Memakai anting yang elegan, menata rambut dengan rapi, menggunakan heels yang akan berbunyi TAK TAK merdu jika berjalan.
Kantor tempatku bekerja adalah gedung bertingkat yang sangat megah. Aku orang terpandang di kantor. Selalu sukses menjalin kerjasama dengan klien yang mayoritas orang luar negeri. Bos bangga padaku dan selalu memujiku.
Setelah pulang lembur, di depan gedung kantor, pacarku selalu datang menjemput dengan mobilnya.
Sungguh, hidupku sangat sempurna.

BRUK!
“Auw!” Jeong Yuna terjatuh dari kursi, membuyarkan lamunannya tentang hidup sempurna yang ia impikan sejak SMP. Ya, kenyataan yang terjadi tidaklah sesuai dengan apa yang ia harapkan. Perusahaan tempatnya bekerja telah bangkrut, tagihan pembayaran kartu kredit menggunung, keriput di sekitar mata pun bertambah saking tingginya tingkat stress yang ia alami.

“Kriiiing!” ponsel Yuna berbunyi. Gadis itu menjawab panggilan seraya duduk di kursi dan menaikkan kedua kakinya ke atas meja bak direktur. “Halo… Ya Ibu. Aku baik-baik saja…blablabla…”

Penderitaan Jeong Yuna semakin lengkap karena ia juga tak mempunyai pacar. Daftar panggilan masuk di ponselnya hanya dari kedua orang tuanya saja. Jika bukan ibu, tentu ayah. Ia tertawa miris mengingat natal tahun lalu ia rayakan bertiga dengan ayah dan ibunya.

Setelah ia jadi pengangguran, hal yang ia kerjakan setiap hari hanya browsing internet, mencari artikel menarik. Seperti yang ia lakukan saat ini: menghadap layar komputer membaca artikel. Ia tertarik dengan sebuah artikel yang berjudul “Perlahan-lahan Sel Cinta dalam Otak Akan Mati.” Yuna yang sudah lama melajang tentu khawatir sel cintanya akan mati. “Kyaaa! Nggak mungkin sel cintaku…” ia terpuruk di lantai kamar. Hidupnya memang menyedihkan.

“Kruyuuuuuk!” panggilan dari dalam perut kosongnya memaksa Yuna untuk bangkit. “Di kulkas masih ada jeruk tidak, ya?” Yuna beranjak keluar kamar sambil menghapus sisa-sisa air matanya. “Aku mau makan yang manis-manis,” tekadnya.

Yuna membuka kulkas dan mengeluarkan sekantung jeruk. Sudah jadi kebiasaannya sejak dulu, ketika merasa sediah, ia akan membuat marmalade jeruk.

Resep Marmelade Jeruk ala Yuna
1.       Pertama-tama, pisahkan kulit jeruk dan dagingnya.
2.       Iris kulit jeruk tersebut tipis-tipis.
3.       Masukkan ke panci, tambahkan gula, rebus kira-kira selama 30 menit sampai airnya menyerap. Angkat.
Yuna’s note: Bila aroma jeruk sudah tercium, perlahan-lahan kesedihan di dalam hati juga akan hilang. Marmalade jeruk memang bisa menghilangkan kesedihan dan membangkitkan semangat kembali.

Jadilah malam itu Yuna memakan marmalade jeruk sebagai pelengkap roti tawar disertai susu.

---

Esok harinya, dengan semangat baru Yuna berusaha mencari kerja. Ia tidak mungkin terus terpuruk dalam kesedihannya dan berdiam diri di rumah menikmati marmalade jeruk.
v  CafĂ©
“Maaf, kami hanya menerima pekerja di bawah dua puluh lima tahun,” ujar sang maid sambil tersenyum.
“Huh!” Yuna mendelik sebal.
v  Toko Aksesoris
“Sepertinya Anda tidak serasi dengan image aksesoris kami,” tukas sang penjaga toko dengan gaya angkuh.
“Grrrr!” Yuna menggeram kesal.
v  Restoran
Yuna kembali ditolak. Ketika ia hendak pergi, datanglah seseorang yang lebih “cling” darinya, melamar pekerjaan. Sang manajer menyambutnya dengan pandangan dan sikap “cling”. Tentu saja Yuna kesal, “Cih! Brengsek! Mau menipu pakai pura-pura menawarkan kerja part time!”

Yuna melangkah terhuyung-huyung menyusuri jajaran pertokoan. Hari sudah hampir gelap. Yuna terus menggerutu, ia kesal, kecewa, dan sangat kelelahan.

Ketika melewati sebuah toko, perhatian Yuna tertuju pada pamflet yang dipasang di pintu kaca toko tersebut.

TOKO BUKU
Membutuhkan secepatnya pekerja wanita part time.
Gadis itu tertegun, “Ah! Toko buku! Mungkin aku bisa diterima disini.”

KLING.

Yuna memasuki toko dengan wajah berbunga-bunga. Ia berharap untuk kali ini bisa diterima bekerja. “Permisi, aku mau kerja part time disini,” sahut Yuna sambil menorehkan senyum manis di wajah lelahnya.

“Hm…” ia disambut oleh lelaki berambut bob, beralis tebal, dan memiliki tahi lalat besar di sudut mata. Lelaki itu adalah manajer toko. Ia mengamati Yuna dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Yuna merasa risih diperhatikan seperti itu. Namun ia hanya diam, karena inilah kesempatan baginya.

“Hm, kamu memang sedikit tua, tapi tidak masalah. Aku suka,” tutur si manajer dengan tampang genit. “Kamu sudah bisa mulai kerja besok,” imbuhnya kemudian.

Yuna ternganga, usahanya berhasil. “Baik. Terima kasih,” gadis itu membungkukkan badan hormat.

Yuna pulang dengan perasaan lelah. Langit sudah semakin gelap. Gadis itu tak berhenti menggerutu sepanjang jalan mengingat manajer toko buku tersebut nampak menyebalkan. Namun Yuna bersyukur usahanya hari ini membuahkan hasil.

Setelah tiba di rumah dan berganti pakaian, Yuna merebahkan tubuhnya di sofa. Mengistirahatkan badan, terutama kakinya yang sakit akibat seharian berjalan.

“Kring, kriiing!” Yuna tersentak karena telepon rumahnya  berbunyi. “Aduh, siapa sih? Aku ‘kan mau santai!”

Meskipun enggan, ia akhirnya menjawab telepon itu, “Hal-“

“OH?! TERNYATA KAMU DI RUMAH! AKU KESANA SEKARANG, YA!”

Yuna sampai terlonjak kaget, “Halo? Halo? Lee Sujin?”

“Tut tut tut.”

Yuna gelisah. Tadi sudah pasti Lee Sujin, sahabatnya yang selalu berisik dan tukang pamer. Jika tidak  memamerkan barang mewah, ia pasti akan menceritakan pacarnya. Sempat terbersit dalam pikiran Yuna untuk menghindar. Kabur. Namun, Sujin sudah muncul di pintu rumah Yuna.

“Eh, Yuna…. Dengarkan ceritaku, ya! Kali ini pacarku adalah pria yang baik,” cerita Sujin dengan wajah merona.

“Lagi-lagi…” Yuna mendumel bosan. “Sejak kapan pacarmu bukan pria yang baik?! Selalu begitu, ‘kan?” komentarnya acuh.

“TAPI KALI INI BEDA!” semprot Sujin.

“Siapa dia?” tanya Yuna sambil lalu, ia bergegas ke dapur.

“Umurnya lebih tua empat tahun dari kita,” jawab Sujin, mengekor di belakang Yuna. “Dia punya mobil dan satu toko. Pakaiannya pun mewah.”

“Hhh, ternyata dia cuma seorang pria kaya.”

“Iya, dong. Untuk orang seumuran kita harus mempertimbangkan kemampuan ekonomi juga.”

“Aku setuju,” sahut Yuna sambil menyiapkan kopi. “Seperti apa wajahnya?”

“Pertanyaan yang bagus! Hehe….” Sujin langsung bersemangat. “Dia seperti orang indo, alisnya tebal dan bibirnya seksi. Selain itu, dia mirip Odagiri Jyo.”

“Dia tinggi?”

“Memang agak pendek, tapi posturnya pas, jadi aku nggak peduli.”

Yuna selesai menyiapkan kopi. Ia menyajikan kopi tersebut dengan beberapa butir jeruk.

“Heh, ternyata kekasihmu itu banyak uang dan tampan, ya!” komentar Yuna, masih acuh.

“Selain itu, sifatnya juga baik. Dia begitu sempurna...dan penuh perhatian,” Sujin masih menggebu-gebu. “Dari awal, aku sudah menyayanginya.”

“Huh, Sujin, kamu…”

“Ya?”

“Waktu dulu juga kamu bilang begitu, ‘kan? Hmpfh…” Yuna cekikikan.

“TAPI SEKARANG BERBEDA!” bentak Sujin kesal. “Oh iya, kamu masih belum punya pacar juga?” kali ini Sujin menyerang telak.

Yuna bangkit dari duduknya dengan mata membara, “KAMU MAU BIKIN AKU KESAL, YA?!” ia menimpuki Sujin dengan buah jeruk.

“Kyaaa, hentikan bodoh!”

Mereka terus berbincang hingga waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam.

“Baiklah, aku harus pulang. Pacarku nanti marah kalau aku pulang di atas jam 12 malam.”

“Huh, pamer sampai akhir…”

“Sampai ketemu lagi!” pamit Sujin.

Sepulangnya Sujin, Yuna semakin frustasi. Ia beranjak ke dapur dan membuat marmalade jeruk sepanci penuh.
---

“Ini barangnya…” Yuna melayani pembeli yang merupakan sepasang muda-mudi. Mereka nampak mesra.

Setelah pasangan itu pergi, Yuna melamun, “Huh, kapan aku bisa seperti mereka?”

Ia sempat berpikir akan mendapatkan jodoh di tempat kerja. Namun, di toko buku ini hanya ada dua orang lelaki. Satu, manajer slengean yang suka bertingkah tak jelas. Dan Yuna amat membencinya.  Dua, anak part time yang terlalu muda untuk dijadikan pacar oleh Yuna. Ia tak mau dikatakan punya brondong.

“Hei, Yuna-ssi, kenapa menghela nafas begitu?” sapa manajer yang melewati meja kasir sambil membawa setumpuk buku. “Kalau ada masalah, kamu bisa konsultasikan denganku kapan saja.”

Yuna jijik melihat tingkah manajer. “Aku baik-baik saja!” sahutnya tegas.

“Hehe, jangan malu begitu,” goda manajer.

“Ayo, kerja yang benar!” akhirnya Yuna yang membereskan setumpuk buku yang dibawa manajer. ‘Lagipula otakmu lebih memalukan,’ batin Yuna.

Si manajer terus membuntuti, “Bagaimana kalau akhir minggu ini kita berbincang tentang kehidupan?”

“Tidak perlu!”

“Permisi. Aku mau bayar,” panggil seseorang dari arah meja kasir.

Yuna segera kembali untuk melayaninya. “Maaf Anda menunggu terlalu la-“ ucapannya terputus demi melihat seorang pria di hadapannya.

“Kenapa?” tanya pria itu heran.

Jantung Yuna berdetak cepat, ‘Dia benar-benar tipeku! Berpakaian rapi, tampan, dan terlihat sukses,’ batin Yuna dengan perasaan senang. ‘Terima kasih, Tuhan… Akhirnya ada kesempatan untukku. Aku harus berani!’

Ketika pria itu menyodorkan kartu kredit untuk pembayaran, tampaklah benda kecil bersinar di jari manisnya. Yuna ternganga, ‘Itu cincin! Pasti bukan cincin istimewa, hanya cincin biasa,’ Yuna sibuk dengan pikirannya.

“Kriiiing!” telepon pria itu berbunyi. “Halo? Iya, ini Yumi, ya? Coba bilang ‘ayah’…’ayah’…hehehehe…”


GUBRAK! Ternyata bapak-bapak….

“Terima kasih!” ucap pria itu setelah selesai transaksi dan keluar toko.

‘Selamat jalan, cintaku selama 2 menit 40 detik. Hiks, hiks… Memang, pria tampan pasti sudah mempunyai pasangan,’ Yuna kembali patah hati.

Malam harinya, Yuna membuat sepanci marmalade jeruk dan menikmatinya dengan tiga kaleng bir.
---

Esok pagi, Yuna kembali bekerja dengan semangat baru.

“Annyeong…” sapa Yuna pada anak part time yang sedang membersihkan lantai.

“Annyeong, Nuna…”

“Hm, sejak pagi sudah melihat wajah anak yang bersina-sinar ini, kayaknya hari ini akan berjalan lancar…”

TUK! Ada sebuah telunjuk yang menyentuh pipi Yuna, “Annyeong.”

“Kyaaa!” Yuna terlonjak kaget.

“Kenapa kau terkejut begitu?” tanya si pemilik telunjuk yang tak lain tak bukan adalah si manajer.

“Apaan sih?!” rutuk Yuna masih kaget.

“Nggak ada apa-apa. Cuma mau ngetes, soalnya lenganku terasa lebih ringan,” tukas si manajer sambil menunjukkan lengan kanannya.

“Kenapa? Tangan Anda terluka?” Yuna tak  mengerti.

“Bukan begitu. Ini agak berat,” sahut manajer yang ternyata sedang memamerkan jam tangannya yang baru.

“I-ini jam Rolex?!” jerit Yuna tercengang.

Manajer berlalu dengan wajah bersinar.

“Apa, sih?! Jadi, tadi dia mau pamer?!” protes Yuna merasa ditipu.

Ketika sedang menyapu lantai toko, diam-diam Yuna memperhatikan manajer. ‘Ternyata orang menyebalkan ini suka berpakaian mewah, ya. Dari baju sampai celana bermerk. Ckckck…’ batin Yuna sambil meneliti.

“Yuna-ssi, sudah baca buku ini?” tanya manajer tiba-tiba, membuat Yuna terkejut.

“Belum.”

“O-ow…. Dalam era sastra modern, kita seharusnya sudah baca novelnya Socra R-blablabla… Karyanya sangat terkenal, ‘kan?! Jadi, mana boleh kalau belum baca!” manajer menjelaskan dengan bangga. “Kamu juga harus baca!”

“Aku cuma suka komik,” tolak Yuna tegas.

“Aha! Kalau begitu, novel ‘Pelukis Besar Duna’ karya Kim Wang….”

“Ah, tidak, aku cuma suka baca komik.”

Manajer itu seharian terus mengikuti Yuna. Kemanapun Yuna pergi, apapun yang Yuna lakukan. Gadis itu sempat berpikiran bahwa manajer menyukainya.

Setelah toko tutup, manajer meminta Yuna menemuinya. Setengah memaksa. Dan ternyata, ya….

“Aku menyukaimu. Kamu mau jadi pacarku?”

DOENG!
---

Yuna berjalan pulang sambil menendang-nendang kaleng bekas minuman. Ia terus menggerutu sepanjang jalan.

“Aakh… kenapa lelaki seperti itu yang menyukaiku?!”

“Hm, beginilah nasibku…. Aku tidak tahu apa aka nada lelaki yang baik untukku…”

“Apa ada pria yang ditakdirkan untukku?”

“Sujin sangat beruntung. Dia sudah diajak bertunangan oleh lelaki yang baik.”

“Haaah…. Malam ini aku mau marmalade jeruk dan soju….”
---

TING TONG.

Bel rumah berbunyi ketika Yuna sedang mengaduk marmalade jeruk di panci.

TING TONG. TING TONG.

“Ng? Siapa ya tengah malam begini?”

Yuna bergegas membuka pintu, dan…

“Lho, Sujin?”

Sujin yang dating dengan muka kusut langsung memeluk Yuna dan menangis. Tubuh Yuna terdorong hingga mereka kini terduduk di lantai.

“Ada apa?” tanya Yuna prihatin. Ia sudah menduga-duga dalam hatinya, mungkin Sujin putus lagi.

“Entahlah. Tapi pacarku selingkuh. Dia menyukai wanita lain. Huaaa…”

“APA?! SELINGKUH?!”

“Iya… hiks…. Ternyata di selingkuh. Aku harus bagaimana?” Sujin menangis tersedu-sedu.

“Grrr…. Benar-benar lelaki kurang ajar! Memangnya dia selingkuh sama cewek mana?” Yuna geram dan kesal.

“Wanita itu sedang kerja part time di tokonya.”

“Eh? Toko?” Yuna seperti tersadar akan sesuatu.

“Kenapa? Aku belum pernah cerita, ya? Di depan Toserba Miju ada sebuah toko buku,’kan? Disana dia menjadi manajer.

Yuna tertegun,’Tunggu, kalau maksudnya toko buku besa di depan Toserba Miju….PASTI TOKO BUKU TEMPATKU BEKERJA!!’ jerit hati Yuna.

Sujin masih terisak di hadapannya.

Kalo gitu, pacar Sujin yang manajer itu…
KYAAAA!!
Lee Sujin! Apa kamu bisa dibeli pakai uang?
Apanya yang mirip Odagiri Jyo? Dia punya bintil di dekat matanya, jadi mana bisa dibilang mirip Odagiri Jyo?! Lalu kamu bilang dia indo? Dia lebih mirip alien.
Dia nggak punya sorot mata tajam, namun sorotan mata yang menjijikan! Lelaki kurang ajar itu bukannya pintar, tapi dia sok pintar!

Semua bentakan itu hanya bisa Yuna simpan dalam hati. Ia mengerti, sahabatnya kecewa. Jangan sampai Yuna menambah sakit hatinya dengan mengungkapkan bahwa dialah wanita yang diselingkuhi pacar Sujin.

PUK! Yuna menepuk bahu Sujin dan merengkuh tubuh gadis itu dalam pelukannya, “Sudah, jangan nangis lagi! Nanti juga kamu melupakan lelaki tukang selingkuh itu.”

Tangis Sujin mereda, menyisakan mata yang sembab.

“Oh iya…” Yuna teringat sesuatu. “Sebentar, ya…” ia pamit ke dapur untuk memeriksa marmalade jeruk yang tadi ia tinggalkan.

“Hm, sudah menyerap…” segera diangkatnya dan disajikan ke atas piring.

Kenapa Sujin bisa jadian dengan orang kayak manajer? Aku sih nggak sudi jadian sama dia walau harus ketabrak truk. Hm, tapi, kenapa aku merasa lega sekarang? Walaupun aku merasa bersalah pada Sujin, tapi rasa sedihku sudah hilang.

Ia menyajikan sepiring marmalade jeruk tersebut di atas meja, dengan dua kaleng minuman. “Sujin, aku buat marmalade jeruk. Makan bareng, yuk! Marmalade jeruk ini sangat manjur untuk mengobati patah hati…”

-FIN-


Tuesday, October 18, 2011

Cerpen Kelas 3 SD

Waktu iseng-iseng bongkar buku pelajaran SD, saya nemuin ini: cerita pendek yang saya buat waktu kelas 3 SD. No editing!



BOSAN

Pada suaTu siang ada seekor ular sedang mencari makanan. ular itu bernama uli. Sudah Terlalu siang uli belum juga menemukan mangsanya. akhirnya, uli langsung Pulang dengan PeruT yang kosong. malam itu uli Terpaksa memakan daun daunan, sudah Terasa rasa daun itu, uli berpikir,"Lebih baik makan daun daunan saja. kalau makan daging Terus menerus 'kan bosan".TernyaTa memang benar sejak itu uli jadi bosan berkeliaran mencari mangsa.keesokan harinya,uli berTemu dengan Temannya ili. sedang Kelaparan karena seharian Tidak daPaT makanan. Lalu uli berkata kePada ili,"hai, kawan kau Tidak usahlah selalu makan daging.aku juga kemarin tidak menemukan mangsa.""Lalu kamu makan apa,"kata ili berTanya dengan suara lemah. "aku makan daun daunan yang segar sekali," Lalu uli mencari daun daunan dan diberikan kePada ili,"Terima kasih uli, sekarang aku Tidak begitu laPar.""wah,aku bangga sekali bisa menolong yang membutuhkan Pertolongan".

TamaT

Komentar saya, sepertinya Uli dan Ili bersaudara, bisa dilihat dari kemiripan nama mereka. Namun sebenarnya tidak.

Nah, ada satu lagi nih, saya temukan tepat di belakang cerpen tadi.


BAHAGIA HATI ILING

iling adalah nama seekor anak kancil.ia hiduP sendirian karena keluarganya Telah lama meninggalkannya.iling Terus berkelana mencari ibunya, iling menyangka ibunya sudah maTi. ada juga kabar lain,bahwa ibunya belum meninggal. seTelah lama mencari akhirnya iling berTemu dengan ibunya.iling sangat bahagia sekali berjumpa dengan ibunya,ibunya junga sangat senang.Pada suaTu malam iling bermimpi bahwa ibunya malam iTu telah Pergi unTuk mencari mangsa Padalah iling masih ingin bersama ibunya. keesokan harinya iling bangun dari Tidurnya, lalu iling melihaT ibunya yang sedang Tidur di sebelah sana. BeTaPa TerkejuTnya iling wakTu melihaT darah di TempaT ibunya Tidur. Lalu, iling menjeriT sekuaT Tenaganya, "ibu.....". "ada aPa nak" "hah, ibu belum maTi ya." Lalu, ibunya menceriTakan bahwa darah itu darah Tikus yang disangka ibunya oleh Pemburu. Bahagia di haTi iling.

TamaT


Sepertinya, si anak kancil di atas masih sepupuan sama Uli-Ili. Soalnya punya nama "Iling" XD. Saya waktu kelas 3 SD sepertinya tak bisa membedakan T dan t, atau bisa saja itu sekedar gaya-gayaan.

Tuesday, October 4, 2011

Romeo and Juliet - Dinner Tragedy

oke, sebenernya ini hanya salah satu hobi saya. Menulis cerita. Sudah pernah saya post juga di Facebook.



Romeo and Juliet – Dinner Tragedy

Genre: Angst, Suspense, Thriller, Romance

Rated: M/PG-18

Casts: Romeo Montague, Juliet Capulet

Disclaimer: Romeo and Juliet © Shakespeare, Dinner Tragedy © tsu

WARNING: Full of violence, bloody scene. Don’t like, don’t read. 




———

Suasana Verona  di malam hari begitu indah. Terlebih lagi di malam Halloween seperti ini. Lolongan anjing dan nyanyian burung hantu bersahut-sahutan dengan teriakan anak-anak yang berkelompok meminta permen dari rumah ke rumah.

Tiga orang anak berkostum skeleton mendekati sebuah rumah yang bernomor 666 atas nama Montague Jr.

“Trick or treat!!” teriak mereka tanpa membunyikan bel.

“Trick or treat!!!” mereka berteriak lagi karena tidak ada jawaban dari si pemilik rumah.

“Hei, mungkin pemilik rumah ini sudah tertidur” ujar seorang anak yang mempunyai badan paling tinggi diantara mereka.

Anak lain yang bertubuh pendek dan gemuk berjongkok di depan pintu. Mengamati Jack O’Lantern yang teronggok disana. “Mungkin ada permen di dalam sini”

Tiba-tiba pintu terbuka. CKLEK

“Jangan ganggu labuku!” sebuah suara berat dari si pemilik rumah mengagetkan tiga skeleton itu.

“Kami hanya minta permen” sahut anak yang paling tinggi. Memberanikan diri untuk berbicara sementara kedua temannya sudah berada di balik punggungnya.

“Tidak ada permen! Pergi dari rumahku atau kujadikan kalian daging cincang?!” gertak sang pemilik rumah sambil mengangkat sebuah benda tipis yang berkilau, runcing, dan ada sedikit bercak merah disana.

Seketika itupun, tiga anak berkostum skeleton langsung mengambil langkah seribu, berlari tunggang langgang. Montague Jr. memasuki rumahnya kembali. Dia tergesa-gesa menuju dapur, memastikan masakan yang dia tinggalkan tadi tidak gosong.

CTARR. Bunyi petir yang memekakkan telinga. Disusul oleh hujan deras mengguyur Verona. “Hm, malam Halloween yang basah” gumam pria si pemilik rumah. Dia telah menyelesaikan memasak ketika jarum jam dinding menunjuk angka 11. Aroma daging menyeruak memenuhi dapur. Dia membawa dua piring steak menuju meja makan. Pandangannya tertuju pada sebuah benda kotak panjang di tengah rumah. Peti mati. Terdengar suara hantaman dan teriakan kecil dari dalamnya.

Perlahan-lahan dia membuka peti itu. Mendapatkan seseorang terbaring disana. “Rom, apa yang kau lakukan?” bangkit dari pembaringan, gadis itu menatap penuh tanya.

Si pemilik rumah yang dipanggil ‘Rom’ tersenyum kecil, untuk kemudian membantu sang gadis keluar dari peti mati. “Hanya sebuah kejutan kecil”

Sekarang mereka berdua duduk menghadap meja makan. Dengan dua piring steak, dua gelas kosong, satu botol white wine, dan tiga buah lilin yang membuat suasana romantis.

“Kau yang menyiapkan semua ini, Rom?” tanya gadis itu ceria.

Rom mengangguk, “Nikmatilah, Juliet!” sambil menuangkan wine dari botol, dia menyeringai kecil. Juliet, kekasihnya, nampak sangat cantik malam ini. Dengan balutan gaun putih yang manis.

“Mm, sepertinya enak...” Juliet mulai menyantap steak yang dihidangkan Romeo. Sesuap, dua suap, dan Juliet berdecak kagum. “ Rom, ini enak sekali! Baru kali ini aku makan steak seenak ini”

Romeo hanya menanggapi dengan tersenyum. ‘Aku sudah tidak sabar, Juliet... Aku ingin menodai gaunmu yang putih itu dengan warna merah. Dengan darahmu’

“Rom, beritahu aku! Darimana kau dapat daging ini? Sepertinya mahal”

“Kau benar-benar ingin tahu?”

“Tentu saja, Rom. Aku calon istrimu. Aku yang akan masak untukmu”

“...” namun Romeo tidak mengindahkannya. Dia hanya meneguk wine dengan santai.

“Ayolah, Rom! Beritahu aku! Aku ingin menjadi istri yang baik kelak” rengek Juliet sambil memegang tangan Romeo.

“Baiklah” pria itu mengalah, Juliet tersenyum. “Daging ini aku dapat dari rumahmu” lanjut Romeo.

“Tunggu!” Juliet mengerutkan alis. “Kau dapat dari rumahku, Rom? Keluargaku tidak berjualan daging” dia kebingungan.

“Aku tidak membelinya, aku mengambilnya tanpa izin”

“Maksudmu?” pertanyaan dari Juliet yang bingung disambut tawa Romeo.

“Aku mengambilnya tanpa izin dari kedua orangtuamu. Yang kau makan itu daging mereka, Juliet”

“Huweeeeks!!” Juliet muntah. Karena tidak sanggup mengeluarkan makanan yang sudah masuk ke perutnya, dia hanya membuang daging haram yang ada di mulutnya, yang tengah dia kunyah.

Masih dengan perasaan mual, Juliet menatap wajah kekasihnya. Tajam. Antara takut, benci, dan tidak percaya.

“Kau mengenalku, Juliet. Aku orang yang jujur” jawaban Romeo tersebut semakin meyakinkan Juliet bahwa dia sedang tidak bermimpi. “Kalau kau masih tidak percaya, bisa lihat isi freezerku di dapur. Lord Capulet dan Lady Capulet masih utuh. Aku hanya mengambil sedikit daging paha mereka. Hanya untuk malam ini”

Juliet membanting meja hingga terjungkal dan benda yang berada di atasnya berhamburan. Hanya gelas wine Romeo yang masih utuh, karena kekasihnya itu tidak berhenti meminum white wine kesukaannya.

“Berani sekali kau, Romeo!” bentak Juliet dengan mengarahkan garpu steak ke wajah Romeo.

“...” tidak ada jawaban dari Montague Jr. Hanya suara wine yang mengaliri kerongkongannya.

PRANG. Romeo menjatuhkan gelas wine yang telah kosong. Menghantam benda-benda lain yang berserakan di lantai. Dia mengayunkan langkah mendekati tempat berdiri Juliet. Sementara Juliet bergerak mundur, masih tetap dalam posisi menodongkan garpu.
Hujan turun semakin deras. Diiringi petir dan kilat yang bersahut-sahutan. Suasana mencekam. Tidak ada lagi teriakan anak-anak yang meminta permen. Tidak ada lagi pijaran lampu tuan labu di depan rumah. Mereka akan segera menyimpannya begitu awan terlihat mendung, begitu suara petir menggelegar. Ya, semua orang di Verona. Kecuali Romeo Montague, dengan nomor rumah 666. Dia tidak sempat mengamankan Jack O'Lantern di depan rumah, karena terlalu sibuk menyiapkan hidangan spesial untuk kekasihnya.

"Kenapa? Kenapa kau melakukan ini, Rom? Kenapa kau bunuh kedua orangtuaku?!" Juliet berteriak marah.

Lagi-lagi, Romeo hanya tersenyum. Kini, dengan sebilah pisau di tangannya. "Aku tidak menyukai keluargamu. Apalagi Lady Capulet, wanita tua itu menyebalkan. Aku ingin mengoyak perutnya dan mengiris payudaranya. Dan ayahmu, dia terlalu egois. Aku harus mencongkel kedua matanya lalu kujadikan pajangan di meja makan. Ide yang bagus, bukan?"

Juliet membuang nafas, "Dari awal, keluarga kita sudah bermusuhan. Lalu mengapa kau mau mengambil resiko dengan mencintaiku?"

"Juliet, apa kau pernah bercermin? Kau lebih cantik dari Rosaline, sepupumu yang pernah aku cintai itu" Romeo hendak membelai wajah Juliet. Namun ditangkis oleh gadis itu.

"Kalau kau benar mencintaiku, kenapa kau menyakiti hati dan perasaanku dengan membunuh orang yang kucintai. Kau gila, Rom!"

"Aku akan membunuhmu juga. Setelahnya, aku akan membunuh diriku sendiri. Bukankah kita ditakdirkan seperti itu? Sehidup semati. Kita akan bahagia di surga, honey" Romeo mendekati Juliet yang kini sudah merapat ke dinding ruangan. "Tapi sebelumnya, aku ingin bercinta denganmu" bisik Romeo, berniat mengecup bibir Juliet namun dihadang sebuah garpu yang sedikit menusuk pipinya.

Romeo terhenyak dan mundur satu langkah, dia mengusap pipinya yang agak lecet. Dengan satu gerakan, Romeo berhasil menggores lengan kiri Juliet, membuat gaun putih Juliet sobek di bagian lengan. Darah segar mengalir. Gadis itu mengaduh kesakitan.

Juliet menyerang Romeo dengan garpu di tangan kanannya. Namun berhasil Romeo tahan. "Juliet, berhenti bertingkah seperti anak kecil. Aku hanya ingin bercinta denganmu, setelah itu kita mati bersama. Mudah, bukan?!"

"Setan apa yang merasukimu? Kau bukan orang yang seperti ini, Romeo" Juliet berusaha melawan tenaga Romeo yang menahan tangan kanannya. Sementara lengan kirinya belum bisa dia gerakkan. Masih terasa ngilu.

Tangan kanan Romeo yang memegang pisau bebas. Dia sudah kehilangan akal sehat. Dia mengarahkan pisau itu ke wajah Juliet. Dengan sisa tenaga, Juliet berhasil menahan serangan itu menggunakan tangan kirinya. Tiba-tiba Juliet menggigit tangan Romeo hingga pisau itu terlepas. Dengan segera, Juliet menendang jauh pisau itu.

"Tch, dasar kau jalang!" bentak Romeo, dia meringis kesakitan karena gigitan Juliet cukup dalam sampai ke daging.

Romeo sedikit lengah. Juliet menendang selangkangannya hingga kekasihnya jatuh terjerembab di lantai.

"Shit!" desis Romeo meratapi sakit di bagian vitalnya.

Juliet langsung menduduki perut Romeo. Tangan kirinya dia gunakan untuk mencekik leher pria itu, sementara tangan kanannya diangkat ke atas dengan mata garpu yg menghadap wajah Romeo.

Seketika garpu itu menukik turun dan mendarat tepat di bola mata kiri Romeo.

"Aarghh!" jerit Romeo tertahan karena jalur pernapasan dan pita suara di lehernya terjepit. Dia merasakan sakit yg amat sangat di matanya. Cairan merah kental mulai menggenangi matanya.

"Ini untuk ibuku!" jerit Juliet sambil mencabut garpu steak yang menancap di mata Romeo. Bola mata kiri beserta urat-uratnya terbawa. Romeo mendesis kesakitan.

Juliet melepas tangannya dari leher Romeo. Pria itu bisa bernafas lega meski denyut-denyut tak wajar memenuhi kepalanya. Juliet mengalihkan perhatian pada bola mata yang tertancap di garpu. Bola mata kekasihnya yang kini sudah tidak berada pada tempatnya. Juliet menjilati darah yg menempel di mata itu. Juga menggigiti urat-uratnya.

Romeo mengumpulkan tenaga. Meski kepalanya masih terasa sakit dan pandangannya menjadi buram. Dia mengamati pecahan beling yang berserakan di lantai. Karena tidak jauh dari tempat Romeo terbaring, dia bisa meraih serpihan beling itu.

"Krek...krek..." Juliet mengunyah urat-urat mata Romeo. Sepertinya dia sudah gila.

Dengan pecahan beling di tangan, Romeo berusaha menggapai leher Juliet. Dengan satu goresan, maka Juliet akan mati. Namun, Juliet segera menyadari hal itu. Dia menepis lengan Romeo dan menggigitnya lagi.

"Ini untuk ayahku!" Juliet membuka mulut Romeo dan menjejalkan bola mata dengan paksa. Setelah benda itu masuk seluruhnya, Juliet mengatupkan mulut Romeo dan menutup dengan kedua tangannya.

Romeo merasakan mual luar biasa. Dia sudah tidak tahan lagi untuk memuntahkan benda yang ada di mulutnya. Romeo bukanlah lelaki yg lemah, dengan tenaganya, dia berhasil mendorong Juliet hingga terpental menabrak tembok.

Romeo bangkit berdiri dan memuntahkan mata kiri yang dikulumnya sedari tadi. Bukan hanya mata itu yang keluar, tapi seluruh isi perutnya pun ikut melompat.

Juliet terbaring kepayahan, kepalanya sakit karena terbentur tembok. Romeo berjalan limbung menyisir ruang tengah yang berserakan, mencari pisau kesayangannya. Dan ya, dia menemukan pisau itu di antara serpihan barang pecah belah. Dia berjalan mendekati Juliet yang masih terbaring lemas. Namun, pria itu terpeleset karena menginjak hasil muntahnya tadi.

Juliet tertegun, Romeo sudah berada di hadapannya dengan pisau terhunus. Perlahan-lahan Romeo mendekatinya. Juliet bersiaga dengan garpu di tangannya.

CLEB. Garpu itu menusuk pipi Romeo bersamaan dengan pisau yang kini menancap di perut Juliet. Romeo menggunakan tangan kirinya untuk mencabut garpu yang masih dipegang Juliet. Terjadi adu kekuatan. Namun tenaga pria lebih kuat dari tenaga wanita. Romeo berhasil mengunci lengan Juliet di lantai.

Satu lengan Juliet bebas, tetapi lemah. Karena sudah kehabisan darah akibat goresan Romeo tadi.

Pisau yg menancap di perut Juliet tidak dicabut oleh Romeo. Justru dia menusukkannya lagi makin dalam. Kemudian Romeo menarik pisau itu ke samping. Gaun putih dan perut Juliet robek. Darah mengucur mengikuti garis yang dibuat Romeo. Juliet menangis. Dia merasa ajalnya akan segera tiba.

Romeo mencabut pisaunya dan meletakkan di lantai. Dia membelah perut Juliet dengan kedua tangannya. Menarik keluar organ perut kekasihnya.

Juliet berpikir bagaimana cara untuk membunuh Romeo. Pandangannya tertuju pada sebuah benda runcing mengkilap yang tergeletak di lantai. Pisau.

Romeo masih asyik meraba-raba dan mengeluarkan organ-organ dalam milik Juliet. Perlahan-lahan kesadaran Juliet menghilang. Sebelum benar-benar hilang, gadis itu meraih pisau di lantai dan segera menusukkannya ke leher Romeo. Kemudian, Juliet langsung terkulai lemas dan menghembuskan nafas terakhirnya.

Romeo terkejut dengan tusukan pisau di lehernya. Dia berusaha mencabut pisau itu dan berhasil. Sayangnya, ketika pisau itu tercabut dan dia lemparkan, nyawanya pun ikut tercabut. Mayat Romeo langsung jatuh terantuk lantai.

Beginilah mereka, seperti sudah digoreskan takdir. Hidup bersama, mati pun tak terpisahkan. Kisah cinta abadi sampai mati.

_END_